Pages

Thursday, 22 August 2013

Resume Materi K3 oleh Nila Ultima Duane (SAPPK)

Bismillaah

Nila Ultima Duane (19913096) – Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Menjadi Mahasiswa Keren dengan Pola Pikir K3 (Kritis, Kreatif, Konstruktif)

Judul ini bersumber dari pembahasan materi kami anggota kelompok 111 mengenai Pola Pikir K3 (Kritis, Kreatif, dan Konstruktif). Temanya memang sudah ditentukan, tapi ini memang cocok banget sebagai ‘doktrin’ pertama untuk mahasiswa baru yang akan memasuki jenjang perkuliahannya.

Dilihat dari judul di atas, bau-baunya memang mahasiswa banget kan, yaitu terkait dengan pola pikir yang memang seharusnya ada pada mahasiswa itu sendiri. Kali ini saya akan menulis pembahasannya sesuai dengan kapasitas saya sebagai mahasiswa baru yang mungkin belum bisa menyajikan artikel ini sedalam judul di atas.

Pertama-tama, sebelum memasuki ruangan-ruangan pola pikir K3, ada baiknya kita membuka pintunya dulu, yakni dengan memahami definisi dari masing-masing pola pikir.

Kalau kita buka KBBI inilah pengertian-pengertian yang akan kita dapatkan

Kritis : 1. bersifat tidak lekas percaya; 2. bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan; 3. tajam dalam penganalisisan.

Kreatif : 1. memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; 2. bersifat (mengandung) daya cipta

Konstruktif : 1. bersangkutan dengan konstruksi; 2. bersifat membina, memperbaiki, membangun, dsb.

Maka, untuk penjabarannya akan saya paparkan di sini.

Kritis
Dilihat dari arti menurut KBBI, rasa-rasanya ada sedikit muatan negatif yang terkandung di dalam arti tersebut. Terkesan tidak mudah percaya dan mencari-cari ketidaktepatan dari yang dikritisi. Tapi kalau dilihat secara global, kita dapat mengambil manfaat positif yang banyak ketika kita menerapkannya dalam memecahkan suatu masalah. Mengapa demikian? Karena kita akan lebih terpacu untuk mencari solusi yang paling baik. Solusi yang manfaatnya maksimalis, dampaknya minimalis. Ada? Yaa ada dong. Dengan kritis itu akan ditemukan kekurangan-kekurangan dari sebuah solusi, untuk di-upgrade dengan solusi yang lebih oke.

Dalam pola pikir kritis ini, saya berpandangan bahwa sikap ini sesuai dengan apa yang saya ketahui tentang tabayyun dan tatsabbut.

“Yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan terang baginya.”[1]

Sikap-sikap di atas itu yang menunjang kita untuk berpikir kritis. Jadi, jangan sampai kita grusa-grusu dalam memecahkan sebuah masalah, yang nantinya bukan menjadi solusi melainkan malah menjadi masalah bagi masyarakat.

Kreatif
Ngomong-ngomong soal kreatif, kata ini selalu identik dengan kata daya cipta. Ya!! Kreatif itu kemampuan menciptakan hal baru yang unik, yang belum ada, yang solutif, yaang.. banyak deh pokoknya. Yang jelas ini terkait daya cipta. Mengapa daya cipta itu perlu? Daya cipta atau kreativitas itu perlu sebab dalam memecahkan sebuah masalah, kita dituntut untuk mencari solusi dari berbagai sudut pandang. Terkadang ada sebuah solusi yang tidak menuntaskan banyak hal. Seharusnya dalam menjalankan solusi itu seperti kata pepatah, “Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Efektif juga kan kalau begitu. Dan untuk melakukan itu semua, tentu dibutuhkan pemikiran yang kreatif dari seorang mahasiswa. Nggak mau kan, di satu sisi kita menyelesaikan sebuah masalah, namun di sisi lain kita justru membuat masalah. Gali lubang tutup lubang dong?! Ada baiknya kita membandingkan antara kebaikan dan keburukannya. Kita harus mendahulukan untuk menolak keburukan daripada melakukan kebaikan. Sementara seperti itu. Karena seringkali, keburukan itu menimbulkan keburukan lainnya. Jangan sampailah keburukan tu beranak pinak.

Konstruktif
Sebenernya yang saya pahami dari kata konstruktif ini adalah berarti membangun. Membangun sebuah solusi. Dan kemudian pikiran saya tercerahkan ketika diskusi kemarin mengenai arti konstruktif. Jangkauan makna dari kata tersebut ternyata bisa lebih spesifik. Maknanya, dengan konstruktif kita didorong agar mampu memberikan solusi yang solutif. Poinnya ada di tiga suku kata ‘solutif’. Emang ada ya solusi yang nggak solutif? Ada lhoo.. Bisa jadi sebuah solusi itu hanya utopis belaka. Sulit diwujudkan dan hanya diangan-angankan. Maka kita bisa menjadi solusi itu menjadi empat bagian: (1) sudah ada-mungkin ; (2) sudah ada-perlu diperbaiki ; (3) belum ada-mungkin ; (4) belum ada-tidak mungkin. Tentunya kita milih yang poin (1), (2) dan (3). Kita melakukan yang efektif untuk dijalankan saja. Oleh karena itu, pemikiran konstruktif juga sangat perlu selian dua pola pikir di atas. Dan jangan muluk-muluk, solusi itu bisa saja hanya langkah kecil tapi kita harus menyepakatinya bersama-sama agar terwujud.

Naaah, setelah kita membahasnya, nggak heran kalau tiga pola pikir di atas itu sungguh cocok jika diterapkan di dalam benak seluruh mahasiswa. Mahasiswa itu kan sering disebut dengan agent of change. Dari sinilah perubahan itu dimulai. Studi kritis masalah sebuah bangsa. Tentang keimanan kita, moral kita, lingkungan kita, dan bangsa kita. Perlu dikritisi selama itu butuh untuk dikritisi. Sejatinya simpel aja kok kalo dikatakan (kalau kebawa nafsu mungkin jadi nggak simpel), yaitu berawal dari diri kita sendiri. Mau mengkritisi diri sendiri dulu, baru mengkritisi sebuah masalah. Yaa, masih banyak kan masalah di sekitar lingkungan kita. Masyarakat yang masih butuh dibantu sekaligus ditertibkan. Sumber daya alam yang masih harus diberdayakan. Itulah tugas kita. Ditunjang dengan KRITIS, KREATIF, DAN KONSTRUKTIF.

Untuk itu....
Semangat mahasiswa ITB!!! Berawal dari diri kita untuk KRITIS, KREATIF, DAN KONSTRUKTIF bagi bangsa INDONESIA!

--------------------

footnote :
[1] Perkataan Imam Asy Syaukani rahimahullah (Fathul Qadir, 5:65)

No comments:

Post a Comment