Bismillaah
Nila Ultima Duane (19913096) – Sekolah Arsitektur,
Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Menjadi Mahasiswa Keren dengan Pola Pikir K3 (Kritis,
Kreatif, Konstruktif)
Judul ini bersumber dari pembahasan materi kami anggota
kelompok 111 mengenai Pola Pikir K3 (Kritis, Kreatif, dan Konstruktif). Temanya
memang sudah ditentukan, tapi ini memang cocok banget sebagai ‘doktrin’ pertama
untuk mahasiswa baru yang akan memasuki jenjang perkuliahannya.
Dilihat dari judul di atas, bau-baunya memang mahasiswa banget kan, yaitu
terkait dengan pola pikir yang memang seharusnya ada pada mahasiswa itu sendiri.
Kali ini saya akan menulis pembahasannya sesuai dengan kapasitas saya sebagai
mahasiswa baru yang mungkin belum bisa menyajikan artikel ini sedalam judul di atas.
Pertama-tama, sebelum memasuki ruangan-ruangan pola pikir
K3, ada baiknya kita membuka pintunya dulu, yakni dengan memahami definisi dari
masing-masing pola pikir.
Kalau kita buka KBBI inilah pengertian-pengertian yang akan
kita dapatkan
Kritis : 1.
bersifat tidak lekas percaya; 2. bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan
atau kekeliruan; 3. tajam dalam penganalisisan.
Kreatif : 1.
memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; 2. bersifat
(mengandung) daya cipta
Konstruktif : 1.
bersangkutan dengan konstruksi; 2. bersifat membina, memperbaiki, membangun,
dsb.
Maka, untuk penjabarannya akan saya paparkan di sini.
Kritis
Dilihat dari arti menurut KBBI, rasa-rasanya ada sedikit muatan
negatif yang terkandung di dalam arti tersebut. Terkesan tidak mudah percaya dan
mencari-cari ketidaktepatan dari yang dikritisi. Tapi kalau dilihat secara
global, kita dapat mengambil manfaat positif yang banyak ketika kita
menerapkannya dalam memecahkan suatu masalah. Mengapa demikian? Karena kita
akan lebih terpacu untuk mencari solusi yang paling baik. Solusi yang manfaatnya
maksimalis, dampaknya minimalis. Ada? Yaa ada dong. Dengan kritis itu akan
ditemukan kekurangan-kekurangan dari sebuah solusi, untuk di-upgrade dengan
solusi yang lebih oke.
Dalam pola pikir kritis ini, saya berpandangan bahwa sikap
ini sesuai dengan apa yang saya ketahui tentang tabayyun dan tatsabbut.
“Yang dimaksud dengan tabayyun adalah
memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah
berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam
terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan
terang baginya.”[1]
Sikap-sikap di atas itu
yang menunjang kita untuk berpikir kritis. Jadi, jangan sampai kita
grusa-grusu dalam memecahkan sebuah masalah, yang nantinya bukan menjadi solusi
melainkan malah menjadi masalah bagi masyarakat.
Kreatif
Ngomong-ngomong soal kreatif, kata ini selalu identik dengan
kata daya cipta. Ya!! Kreatif itu kemampuan menciptakan hal baru yang unik,
yang belum ada, yang solutif, yaang.. banyak deh pokoknya. Yang jelas ini
terkait daya cipta. Mengapa daya cipta itu perlu? Daya cipta atau kreativitas
itu perlu sebab dalam memecahkan sebuah masalah, kita dituntut untuk mencari
solusi dari berbagai sudut pandang. Terkadang ada sebuah solusi yang tidak
menuntaskan banyak hal. Seharusnya dalam menjalankan solusi itu seperti kata pepatah,
“Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Efektif juga kan kalau begitu. Dan untuk
melakukan itu semua, tentu dibutuhkan pemikiran yang kreatif dari seorang
mahasiswa. Nggak mau kan, di satu sisi kita menyelesaikan sebuah masalah, namun
di sisi lain kita justru membuat masalah. Gali lubang tutup lubang dong?! Ada
baiknya kita membandingkan antara kebaikan dan keburukannya. Kita harus
mendahulukan untuk menolak keburukan daripada melakukan kebaikan. Sementara
seperti itu. Karena seringkali, keburukan itu menimbulkan keburukan lainnya.
Jangan sampailah keburukan tu beranak pinak.
Konstruktif
Sebenernya yang saya pahami dari kata konstruktif ini adalah
berarti membangun. Membangun sebuah solusi. Dan kemudian pikiran saya
tercerahkan ketika diskusi kemarin mengenai arti konstruktif. Jangkauan makna
dari kata tersebut ternyata bisa lebih spesifik. Maknanya, dengan konstruktif
kita didorong agar mampu memberikan solusi yang solutif. Poinnya ada di tiga
suku kata ‘solutif’. Emang ada ya solusi yang nggak solutif? Ada lhoo.. Bisa
jadi sebuah solusi itu hanya utopis belaka. Sulit diwujudkan dan hanya
diangan-angankan. Maka kita bisa menjadi solusi itu menjadi empat bagian: (1) sudah ada-mungkin ; (2) sudah ada-perlu diperbaiki ; (3) belum ada-mungkin ; (4) belum ada-tidak mungkin. Tentunya kita milih yang poin (1), (2) dan (3). Kita melakukan yang efektif untuk dijalankan saja. Oleh karena itu, pemikiran konstruktif juga sangat perlu selian dua pola pikir di atas. Dan jangan muluk-muluk, solusi itu bisa saja hanya langkah kecil tapi kita harus
menyepakatinya bersama-sama agar terwujud.
Naaah, setelah kita membahasnya, nggak heran kalau tiga pola
pikir di atas itu sungguh cocok jika diterapkan di dalam benak seluruh
mahasiswa. Mahasiswa itu kan sering disebut dengan agent of change. Dari
sinilah perubahan itu dimulai. Studi kritis masalah sebuah bangsa. Tentang keimanan
kita, moral kita, lingkungan kita, dan bangsa kita. Perlu dikritisi selama itu
butuh untuk dikritisi. Sejatinya simpel aja kok kalo dikatakan (kalau kebawa
nafsu mungkin jadi nggak simpel), yaitu berawal dari diri kita sendiri. Mau
mengkritisi diri sendiri dulu, baru mengkritisi sebuah masalah. Yaa, masih
banyak kan masalah di sekitar lingkungan kita. Masyarakat yang masih butuh dibantu
sekaligus ditertibkan. Sumber daya alam yang masih harus diberdayakan. Itulah
tugas kita. Ditunjang dengan KRITIS, KREATIF, DAN KONSTRUKTIF.
Untuk itu....
Semangat mahasiswa ITB!!! Berawal dari diri kita untuk KRITIS,
KREATIF, DAN KONSTRUKTIF bagi bangsa INDONESIA!
--------------------
footnote :
[1] Perkataan Imam Asy
Syaukani rahimahullah (Fathul Qadir, 5:65)
No comments:
Post a Comment